Foto Mudir Ma'had Al-Jami'ah, Dr. K. H. Nasrudin, M. Ag. |
Purwokerto, LPM Saka – Universitas Islam Negeri (UIN) Prof. K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto memiliki model pesantrenisasi di bawah naungan Ma’had Al-Jami’ah. Mudir Ma’had Al-Jami’ah menjelaskan bahwa regulasi itu sudah menjadi regulasi nasional dan diketahui oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
“Kebijakan ini sudah nasional seperti pertemuan Ma’had senasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Surabaya, bahkan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) di Jakarta”, jelas Nasrudin saat di wawancarai LPM Saka pada Sabtu, (21/12/2022) di ruang UPT Ma’had Al-Jami’ah.
Nasrudin juga menjelaskan bahwa dinamika pasti terjadi pada setiap kebijakan dan pasti ada yang pro atau kontra terkait suatu kebijakan.
“Kalau ada orang yang kurang pas, ya dipas-paskan hanya jangan sampai pada hal-hal pokok, karena itu secara struktural bahkan statuta kita sudah merangkum mahad yang berisi hukum undang-undang kampus. Secara formal kita sudah legal di kemenag juga. Bagian dari dinamika, semuanya bisa dibicarakan oleh semuanya dan koordinasi vertikal ke pusat”, terang Mudir Ma-had Al-Jami’ah.
Sebelumnya beredar surat dengan nomor B-1198/Un.19/K.Mhd/PP.08.2/12/2022 dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ma’had Al-Jami’ah yang mengedarkan jadwal gelombang ujian BTA-PPI untuk mahasiswa Semester 3 ke atas pada Kamis-Jumat, (29-30/12/2022).
Surat Edaran Ujian BTA-PPI |
“Ujian gelombang yang sifatnya tahunan dan regular dan mekanisme harus ada persetujuan dari pondok supaya tidak adanya pengulangan ujian. Nanti akan rekap terlebih dahulu pesertanya yang sudah direkomendasikan oleh pondok mitra”, tutur Nasrudin.
“sekitar 700-800 peserta, kemudian ujian tulis di auditorium atau GSC setelahnya ujian praktik dengan penguji yang ditunjuk”, tambah Nasrudin.
Dinamika Regulasi BTA-PPI dan Pesantrenisasi
Kebijakan BTA-PPI dan pesantrenisasi yang menuai pro dan kontra sudah ditanggapi sebagai dinamika kebijakan oleh Mudir Ma’had Al-Jami’ah. Dalam kolom tanggapan regulasi birokrat yang dilayangkan oleh LPM Saka (17/10/2022-09/11/2022) banyak mahasiswa yang menanggapi regulasi pesantrenisasi dan BTA-PPI.
“Pesantrenisasi adalah usaha yang baik dalam membentuk mahasiswa yang memiliki wawasan keislaman yang baik dan membentuk adab yang lebih baik, namun menjadi masalah bagi mahasiswa yang orang tuanya memiliki problem ekonomi”, ujar salah satu responden mahasiswa.
Selain itu, ada mahasiswa yang mengaku pusing terhadap regulasi BTA-PPI, pesantrenisasi dan ngaji online.
“Regulasi ini baik, namun dengan adanya BTA-PPI membuat mahasiswa pusing dengan program tersebut. Padahal sudah lolos dan mondok akan tetapi mengapa ada sistem ngaji online?” ujar responden mahasiswa lainnya.
Menanggapi banyaknya masukan yang hadir dari mahasiswa, Nasrudin menyarankan untuk memberikan masukan secara langsung dan terbuka ke birokrat.
“Semua masukan yang baik silahkan diajukan secara terbuka dan fair. Lebih enak bicara dan sampaikan saja. Kritikan itu sudah ada sejak dulu, segala penyelenggaraan BTA-PPI mungkin mereka maksud praktik kapitalisasi, memang kompleks dan itu akan kami evaluasi di awal tahun”, pungkas Nasrudin.
Menyusuri Praktik Sertifikat Liar
Kelulusan dan sertifikat BTA-PPI menjadi syarat wajib bagi berbagai macam proses perkuliahan selain pengambilan mata kuliah. Mahasiswa yang ingin mengikuti praktik pengalaman lapangan (PPL), kuliah kerja nyata (KKN), ujian komprehensif, ujian munaqosyah, dan wisuda perlu melampirkan sertifikat BTA-PPI.
Hal itu menjadi syarat yang sulit dipenuhi oleh sebagian mahasiswa, sehingga menciptakan banyak cara yang tidak baik ketika mengikuti ujian BTA-PPI, seperti joki ujian sampai membeli sertifikat secara ilegal.
Nasrudin menerangkan bahwa dirinya sudah mengetahui itu dan sudah menyampaikannya ke komite kode etik yang terbentuk dari jajaran birokrat universitas.
“Ada cara-cara yang tidak baik untuk mendapatkan sertifikat BTA-PPI. Semua hal itu sudah saya sampaikan ke komite kode etik yang independent”, terang Nasrudin.
Nasrudin juga menyampaikan akar masalah dari praktik illegal itu adalah dari kesalahan sistem yang terus diperbaharui.
“Kita mengundang tim IT karena ini sudah tersistem lewat aplikasi, mungkin di luar mahad ada yang bisa masuk ke dalam sistem, masalahnya pembuat sistem sudah meninggal. Kita sudah update ke aplikasi silma bukan sima. Kita akan sosialisasikan terkait aplikasi baru ini ke mahasiswa di minggu depan. Kita sudah lakukan penataan ulang agar pihak lain tidak dapat akses”, ungkap Nasrudin dengan suara lirih.
Nasrudin juga menceritakan pengalamannya ketika kedatangan seorang mahasiswa yang datang langsung ke kantor UPT Ma’had Al-Jami’ah untuk membeli langsung sertifikat. Mahasiswa tersebut langsung ditracking dan ditanggapi oleh komite etik.
“Kemarin ada anak yang datang ke sini untuk membeli sertifikat, langsung kita tracking satu atau dua ring ternyata ada. Dan langsung ditanggapi oleh komite etik agar lebih fair”, tutur Nasrudin.
Di akhir wawancara, Nasrudin menegaskan bahwa praktik sertifikat illegal bertentangan secara normatif dan perlu dibenahi sampai ke akarnya.
“IT buatan manusia dan bisa diakses oleh manusia, yang terpenting kita amanah. Secara normatif hal itu tidak boleh jika ada yang bermain diranah itu harus kita benahi”, tegas Nasrudin.
Setelah membaca artikel ini, saya jadi bertanya..lantas apa agar kedua pihak sama sama mendapat keuntungan..(mahasiswa dan pihak kampus yang mengelola bta ppi) agar tidak saling menyalahkan..dan mempermudah keadaan. Sebagai mahasiswa tentu di tuntut akan hal ini dan menjadi wajib bagi mahasiswa uin, tetapi tidak semua bisa, menerima, menjalankan..kita juga harus tau latar belakang,dari sudut yang berbeda. Saya harap para birokrat kampus dan yang mengelola ini (bta ppi) dapat bijak dalam segala hal.
ReplyDeletePost a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?