Foto Tari Lengger di Pagelaran Budaya PMI (Dok. Panitia Pagelaran Budaya)
Purwokerto, LPM SAKA – Pagelaran Budaya dan
Seminar Kebudayaan menjadi puncak acara dari serangkaian kegiatan Dies
Natalis Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) ke-7 di sanggar
budaya Pegalongan, Patikraja, Banyumas pada Juma’at (11/11/2022). Uniknya, pada
puncak acara tahun ini, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) PMI menampilkan warna
budaya di tengah maraknya konser musik yang digelar untuk berbagai perayaan.
“Yang
membedakan antara prodi PMI dengan prodi yang lain itu mengutip nama prodi
pengembangan masyarakat islam jadi acara ini bertujuan untuk berkontribusi
dalam masyarakat agar bisa mengangkat serta mengembangkan budaya dan tradisi
yang ada, khususnya di Banyumas”, jelas Reza Pratama saat diwawancarai LPM
Saka.
Berlangsung sejak
31 oktober hingga 11 november, peringatan harlah ini memiliki serangkaian acara
yang disusun rapi. Dimulai dengan opening ceremony yang dibuka oleh Imam Alfi,
selaku ketua jurusan dan dilanjut dengan serangkaian lomba seperti lomba voli
putri, futsal putra, musikalisasi puisi dengan mengusung tema pemberdayaan,
hingga debat pemberdayaan.
Ketua HMJ PMI,
Hendy Miftah Fauzy menyampaikan bahwa ia ingin mahasiswa bisa berbaur dengan
masayarakat. Dilakukan survei ke berbagai desa. Akhirnya menemukan desa yang
mempunyai sanggar budaya, melihat potensi masyarakat sekitar yang mendukung.
“Sanggar ini
sudah diteliti oleh berbagai mahasiwa mulai dari mahasiswa luar negeri sampai
mahasiswa yang mengerjakan disertasi S3”, jelas Hendy Miftah Fauzi.
Membenarkan apa
yang dikatakan Hendy, Yogi Endah Pratiwi selaku wakil HMJ PMI menjelaskan
masyarakat dan mahasiswa juga harus memiliki kesadaran untuk melestarikan
budaya.
“Semoga untuk
generasi kedepannya penerus di HMJ atau PMI bisa memiliki kesadaran lebih”, imbuhnya.
Budaya Tidak Berpaku Pada Satu Unsur
Sanggar Budaya
milik Suchedi dan Narsih yang diresmikan pada 17 Agustus 2014 ini, melestarikan
berbagai seni tradisi khusus Banyumasan dan tradisi musik Jawa Tengah. Tidak
hanya hanya berpaku pada satu budaya saja, Suchedi juga mengembangkan budaya
lain yang berada di Pulau Jawa.
“Saya seorang seniman,
saya membuat sanggar ini bukan untuk kita tapi untuk keseluruhan, maka siapa
saja yang ingin bergabung dan belajar saya terima dengan tangan terbuka dan
pintu lebar” tuturnya.
Salah satu
kesenian yang dilestarikan pada sanggar tersebut yakni Tari Lengger. Suchedi menjelaskan
bahwa seni lengger bermakna curahan hati perempuan melalui keluwesan gerak
tubuhnya.
“Lengger, filosofinya adalah kesukaan hati seorang perempuan dan dikuatkan dengan gerak gerik badannya. Jadi seorang perempuan yang pelampiasan kesenangan hatinya diluapkan dengan gerak badan. Dan semua gerakan ada maknanya” Jelasnya.
Dalam ruang
lain, Suchedi bernostalgia mengenai sejarah agama dan budaya pada zaman
walisongo. Yakni penyebaran islam ke tanah Jawa melalui budaya yang sudah ada
lebih dahulu
“Budaya tidak
hanya berpaut pada satu unsur saja. Budaya juga bisa diakulturasikan dengan
agama. Setiap agama ada unsur budaya dan seninya. Tidak hanya fanatic terhadap
satu budaya, dan jangan mengatakan budaya yang jawa saja”, tegas pria
berpakaian adat Jawa tersebut.
Ia sangat
bersyukur dan berterimakasih kepada mahasiswa yang mau mengangkat dan
melestarikan kebudayaan setempat.
Suchedi juga berpesan
“Ikut mengangkat dan melestarikan budaya bagaimana dengan cara panjenengan apapun
yang kalian mampu, contohnya seperti ini kalian liputan dengan mengangkat ke
media itu merupakan salah satu wujud melestarikan”. Tandasnya.
Reporter :
Afgiani Purwaningtias dan Khasna Fadila
(Jurnalis Muda)
Editor : Aida
Fitriani
kereen kak, big thank's yaa, salam hangat !
ReplyDeletePost a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?