Ilustrasi: Alvin Hidayat. |
Purwokerto, LPM Saka – Pasca berhenti
menjabat sebagai Rektor IAIN Purwokerto, A. Luthfi Hamidi meninggalkan beberapa
dokumen kemahasiswaan, salah satunya manual panduan Kode
Etik Mahasiswa. Dokumen ini diterbitkan pada Senin (03/08/2015) yang berisi 7 bab dan 23
pasal. Menurut tim penyusun, Kode Etik Mahasiswa bertujuan mengatur tata
kehidupan akademik, kepribadian dan sosial mahasiswa di lingkungan kampus
maupun masyarakat secara umum.
Sementara itu, pada Senin (16/12/2019) lalu, Rektor IAIN Purwokerto Moh. Roqib menerbitkan Surat Edaran No. 3002/In. 17/R/PP.009/XII/2019. Surat edaran tersebut merupakan penegasan dari salah satu pasal yang tercantum dalam manual panduan Kode Etik Mahasiswa, yakni pasal 7 tentang Hak Penggunaan Kantor Lembaga Kemahasiswaan (LK) yang berisi lima poin regulasi.
Dari lima poin tersebut, ada satu poin yang menggugah
atensi mahasiswa, yakni poin pertama yang menyebutkan bahwa kantor LK dibuka mulai pukul 07.30 sampai pukul 21.30 WIB. Sehingga, di luar jam tersebut seluruh
aktivitas organisasi
mahasiswa (Ormawa) dihentikan. Menurut Moh. Roqib, apabila ada kegiatan yang
menambah waktu penggunaan ruang serta fasilitas kampus, maka mahasiswa diharapkan untuk melakukan komunikasi.
“Nah, untuk kepentingan hal-hal tertentu itu ada pengecualian.
Misalnya, saat ada acara dalam rangka Dies Natalis. Itu kan tinggal komunikasi,” ungkap beliau.
Kemudian, ketika salat berjamaah
di masjid berlangsung, kantor harus ditutup. Sedangkan, khusus hari
Jumat kantor ditutup
antara pukul 11.00 – 13.00 WIB.
Menindaklanjuti regulasi tersebut, pada Selasa (7/01/2020) birokrat kampus bersama
para pembina Ormawa
mengadakan pembenahan.
Khususnya bagi
mahasiswa yang masih berada di kantor
sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Unit Kegiatan Khusus (UKK).
Upaya
Membangun Budaya Tertib
Moh. Roqib mengaku latar belakang penerapan regulasi tersebut
adalah upaya penataan seluruh bidang dari semua sisi. Pasalnya, pada tahun 2020
akan ada akreditasi Ormawa, baik LK eksekutif, yudikatif maupun UKM dan UKK.
Kemudian, alih fungsi kantor juga menjadi salah satu alasan. Lantaran, menurut
beliau, masih ada mahasiswa yang menggunakan kantor tidak sesuai dengan
aktivitas organisasinya.
“Kelihatannya
para mahasiswa aktivis masih menggunakan kantor sebagai tempat tidur. Sebagai tempat
kongko-kongko.
Itu
fungsi kantor sebagai sekretariat dan tempat untuk koordinasi, konsolidasi
organisasi menjadi bertambah dengan fungsi-fungsi diluar keorganisasian,” ungkap beliau saat ditemui LPM Saka pada
Senin, (06/01/2020) siang.
Senada dengan Rektor IAIN Purwokerto, Wakil
Rektor
(Warek) 3 Sulkhan
Chakim juga mengungkapkan
regulasi tersebut bagian dari upaya membangun budaya tertib
dan disiplin kampus. Menurut
beliau, budaya yang dibangun itu dibungkus melalui aturan yang dibuat. “Budaya itu dibangun
serempak dengan aturan yang dibuat.
Ditaati oleh mahasiswa, oleh kalangan dosen, dan semua civitas
akademika,”
jelas beliau saat ditemui LPM
Saka pada Senin (13/01/2020).
Selain itu, Sulkhan Chakim menjelaskan aturan jam malam juga menjadi salah satu
rujukan dalam usaha mengimplementasikan visi kampus dari sisi ketertiban dan
kedisiplinan. Jam
malam dinilai menjadi pertimbangan agar terjadi sinkronisasi antara kampus dengan
pondok pesantren, di mana mayoritas mahasiswa IAIN Purwokerto adalah santri. Sedangkan, pondok
pesantren memiliki regulasi agar
santrinya tidak
keluar malam.
“Namun, di pesantren jelas
enggak
boleh keluar setelah maghrib.
Lah
ini bagaimana kita bisa menjembatani itu,” ujar beliau.
Regulasi
atau Represi ?
Menanggapi hal tersebut, banyak mahasiswa yang tidak sepakat dengan regulasi
yang dibuat. Mereka menolak lantaran dianggap mencederai
ruang gerak kreativitas mahasiswa.
Ketua
UKM Seni Rupa (Senru) Choirul Huda pun mengaku demikian. Menurut Huda, hal itu justru
mengurangi ruang berproses karena dalam seni tidak terbatas oleh ruang dan
waktu. Kemudian,
tambahnya, hal itu juga salah satu indikasi kampus tidak serius memfasilitasi
mahasiswa.
“Terus di sini kami juga menyoroti
untuk UKM.
Bahwa
UKM itu berbeda dengan kantor.
Dan
UKM itu suatu wadah untuk menciptakan suatu karya sebagai tempat berproses
kawan-kawan.
Dan
kantor sendiri adalah tempat untuk bekerja. Dan di sini kita dituntut untuk
berprestasi tapi tidak difasilitasi,” ungkap Huda saat ditemui LPM Saka pada Kamis (09/01/2020).
Meski isi surat edaran yang ditutup hanya kantor LK,
namun ternyata hal itu berimbas kepada penggunaan fasilitas kampus. Semula,
gerbang kampus ditutup pukul 00:00 WIB. Tetapi, dengan dalih lima poin regulasi
yang sudah beredar, gerbang kampus juga ditutup pukul 22.00 WIB.
Mahasiswa semester 10 Manajemen Dakwah (MD) Ridwan Ali
Yulianto yang akrab disapa Ali mengaku pernah diminta keluar dari kampus oleh
petugas keamanan saat pukul 22:30 WIB. Malam itu, Ali bersama seorang kawannnya
berniat ingin menggunakan wi-fi. Saat ditanya alasannya, petugas keamanan menjelaskan hal itu merupakan
instruksi langsung dari Warek
3.
“Mereka bilang begini ‘Mas, mohon maaf. Mulai dari
sekarang kebijakan dari Warek 3 kampus jam 10 harus sudah kosong. Baik dari UKM
maupun lingkungan kampus itu sendiri’ begitu. Ya sudah kami akhirnya tidak jadi
masuk,” ujar Ali saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh LPM Saka
pada Kamis (16/02/2020).
Sulkhan
Chakim pun membenarkan hal tersebut. Menurut beliau, jam malam berlaku untuk semuanya, baik kantor Ormawa maupun kampus itu sendiri.
Tetapi, jika ada acara resmi, birokrat kampus mengizinkan kegiatan tersebut.
Asal mengantongi surat izin. Tetapi, khusus untuk rapat, mahasiswa diminta
keluar dari kampus sebelum pukul 21:30 WIB. “Dan
kampus tidak mengizinkan kegiatan yang menginap di kampus. Karena kampus bukan tempat
untuk menginap.” ungkap
beliau.
Meski dianggap mendadak, Sulkhan
Chakim mengaku
wacana penertiban dan regulasi
pembatasan jam malam sudah disampaikan sejak lama. Bahkan, setelah dilantik menjadi Warek 3, beliau juga
langsung menyampaikan wacana tersebut kepada Senat Mahasiswa (SEMA), Dewan
Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Kepala Jurusan (Kajur).
“Ini
tidak mendadak karena
sudah pernah dikeluarkan pada tahun 2016 dan saya sudah bilang sejak pertama
saya dilantik (pada tahun 2019)
kepada SEMA, DEMA secara personal,”
ungkap beliau.
Setelah dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Mantan Ketua
SEMA Institut Fajar Afwan, birokrat kampus memang benar sudah melakukan
komunikasi kepada SEMA Institut terkait wacana tersebut. Namun, saat ditanya
apakah wacana tersebut disampaikan kepada mahasiswa lain, pesan dari reporter LPM
Saka tidak dibalas.
Dengan adanya komunikasi yang seolah terhenti,
mahasiswa semester 6 Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Romi Zarida menyayangkan
hal tersebut. Menurutnya, adanya regulasi yang berkaitan dengan mahasiswa, seharusnya perlu ada sosialisasi yang lebih luas.
“Pihak kampus lebih mendekat ke mahasiswa gitu
jangan main jebret. Secara
regulasi si sah-sah saja sebenarnya. Saya setujunya bagian situ ya, secara
regulasi ya silahkan saja, itu hak dari rektor
ya. Tapi rektor pun harus punya penjelasan kenapa kebijakan itu
dilaksanakan,” ungkap Romi.
Meski mendapat respons yang kontradiktif dari
mahasiswa, Sulkhan Chakim menegaskan regulasi yang dibuat sudah
final. Bahkan,
tidak
bisa diganggu gugat. Lantaran,
menurut beliau, regulasi ini telah
melalui koordinasi dengan banyak pihak. “Kita sudah jauh-jauh hari sampaikan enggak perlu audiensi. Itu
aturan harus dilaksanakan,” tambahnya.
Menanggapi sikap birokrat kampus yang menutup pintu
audiensi, Ketua UKM Kelompok Studi Islam Masyarakat (KSIK) Ridwan Mustafa
mengungkapkan hal ini menjadi indikasi tindakan represi. Lantaran, menurutnya,
ditutupnya pintu audiensi merupakan ketidakmampuan
mereka dalam memimpin. Padahal, tambahnya, represi hanya digunakan oleh pemimpin yang
tidak tahu cara
memimpin, atau belum tahu/paham
posisinya.
“Seharusnya dari pihak birokrasi bisa membuka ruang lebih
untuk mahasiswa bersuara. Bukan
malah menutup pintu
audiensi,” tutup Ridwan.
Reporter :
Nur Rohmah Sri Rezeki, Umi Uswatun Hasanah
Editor :
Alvin Hidayat
Sebab ada kecurigaan para birokrat kampus, timbullah masalah seperti ini, mahasiswa tidak percaya dengan baiknya syistem yg disusun oleh meraka, dan mereka tidak percaya pada pendapat anak didiknya sendiri.jika tidak terwujudnya audensi yg cerdas, Saling curiga, saling tidak percaya seperti ini akan menjadi cerita bagus sebagai kejadian buruk dikampus kita ini.
ReplyDeleteItikad baik mahasiswa dan itikad baik pihak kampus seharusnya dibicarakan baik2, dirembug, dimusyawarahkan, toh mungkin sebenernya sama2 baik, yg dibirokrat jangan mentang2 anda mengajar mahasiswa sehingga menjadikan anda merasa lebih pintar dari anak didik anda, lebih pantas membuat peraturan dsb, saya kira para mahasiswa mampu diajak bersama2 berdiskusi demi kemajuan kampus, membawa kampus bersaing dengan lawan berkaliber internasional. Aminnn....
ReplyDeletePost a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?