Ilustrator: Alvin Hidayat |
Namun,
dari 26 pasangan calon Ketua dan Wakil Ketua LK Eksekutif, 22 di antaranya melawan
kotak kosong. Hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya dimana 27 pasangan calon
Ketua dan Wakil Ketua LK Eksekutif 21 di antararanya melawan kotak kosong.
Sehingga, pada Pemiluwa 2020, terjadi penurunan jumlah kontestan.
Menanggapi
hal tersebut, Kepala Jurusan (Kajur) Muamalah Agus Sunaryo, M.S.I yang dianggap
dekat dengan pergerakan mahasiswa mengatakan bahwa, calon tunggal menjadi salah
satu tanda demokrasi yang tidak ideal. Lantaran, menurutnya, salah satu unsur
demokrasi adalah adanya kompetisi.
“Kompetisi
itu bagian dari demokrasi untuk melatih kedewasaan kita dalam posisi menang
atau kalah. Lah, kalau tunggal, yang kalah siapa? Dan visi misi menjadi tidak
bagus. Coba kalau calonnya tiga, mereka akan bisa bermain visi misi,” ujar Agus
saat ditemui LPM Saka pada Senin (16/12/2019).
Selanjutnya,
beliau juga menyebut bahwa calon tunggal tidak bagus dalam proses pembelajaran
demokrasi. Pasalnya, menurutnya, demokrasi yang ideal di antaranya tidak ada calon
tunggal, partai melibatkan banyak unsur mahasiswa, dan partisipasi mahasiswa
yang masif.
“Itu
indikator kalau pembelajaran demokrasi melalui Pemiluwa berhasil di IAIN
Purwokerto,” tutupnya.
Calon
Tunggal, Tanggung Jawab Siapa?
Penurunan
jumlah kontestan Pemiluwa 2020, mengakibatkan jumlah calon tunggal meningkat.
Hal itu terjadi lantaran tidak semua Partai Politik Mahasiswa (Parpolma)
mengusung kadernya di setiap LK Eksekutif.
Bahkan,
Partai Jalan Lurus (Jalur) sama sekali tidak mengusung kadernya di LK
Eksekutif. Ketua Partai Jalur Iqrar Abdul Halim mengaku ingin kadernya lebih
fokus di kursi Senat Mahasiswa (SEMA).
“Sebenarnya
banyak kader yang ingin mencalonkan diri (di LK Eskekutif). Tetapi, saya suruh
untuk ke SEMA aja dan kuatkan di posisi itu,” ujar Iqrar saat ditemui oleh LPM
Saka pada Selasa (17/12/2019).
Menurut
Iqrar, hal itu terjadi lantaran Partai Jalur ingin kadernya lebih fokus
terhadap peraturan perundang-undangan. Sehingga, kadernya bisa meningkatkan pengetahuannya
terkait dengan undang-undang di kampus.
Berbeda
dengan Partai Jalur, Partai Kebangkitan Mahasiswa (Pakem) sebagai salah satu
partai yang banyak mengusung kadernya, mengaku sangat mengkritik hal tersebut. Juru
Bicara Partai Pakem Muhammad Fajar mengatakan bahwa banyaknya calon tunggal
mempersempit ruang gerak demokrasi di IAIN Purwokerto.
Sempat
ada isu bahwa calon tunggal permainan dari partai yang besar, Fajar mengaku hal
tersebut sebuah cacat edukasi. Lantaran, menurutnya, seharusnya yang dikritik
adalah Parpolma yang tidak mengusung kadernya di Pemiluwa.
“Justru
dia harus mengkritik partai yang tidak mencalonkan. Logikanya kan terbalik,
yang mencalonkan menawarkan pimpinan, ini loh yang cocok jadi pemimpin kalian.
Kok malah dikritik. Mereka yang enggak mencalonkan malah didiamkan,” ujar Fajar
saat ditemui LPM Saka pada Selasa (17/12/2019).
Sementara
itu, salah satu kandidat yang diusung oleh Partai Pakem, Calon Ketua Dewan
Eksektif Mahasiswa (Dema) Fakultas Dakwah, Nurul Fitrian Eko yang akrab disapa
Rian mengaku merasa pantas jika menang di Pemiluwa. Lantaran, menurutnya, suara
yang masuk kepadanya menjadi salah satu indikasi mahasiswa Fakultas Dakwah
sudah memberi amanah.
“Bagaimana
tidak pantas? Orang Fakda itu yang masuk (dari suara) telah memasrahkan
suaranya masuk kepada kami,” ujar Rian saat ditemui LPM Saka pada Selasa
(17/12/2019).
Namun,
Rian mengaku tetap mengatur strategi untuk memenangkan Pemiluwa. Salah satunya
melakukan pendekatan dengan berbagai elemen di Fakultas Dakwah. Tidak hanya
itu, ia juga berusaha untuk menampung aspirasi mahasiswa Fakultas Dakwah.
Reporter :
Fatih Amrullah, Umi Uswatun Hasanah dan Wawan Maulana
Editor :
Umi Uswatun Hasanah
Post a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?