Aliansi Front Perjuangan Rakyat Banyumas Saat Menggelar Aksi di Alun-alun Purwokerto pada Selasa, 24 September 2019. |
Purwokerto, LPM Saka – Di
Indonesia, petani adalah mereka yang bekerja mengelola lahan. Kebanyakan dari mereka
bukanlah petani kaya raya dengan memiliki lahan yang berhektar-hektar. Mereka adalah
petani kecil yang mencoba bertahan hidup dalam keterbatasan. Tinggal dalam keterbatasan
membuat mereka harus hidup menderita. Ditambah berbagai kebijakan negara yang
lahir saat itu yang mengancam kehidupan para petani. Konflik agraria pun
terjadi, seperti perampasan tanah milik rakyat yang mengatas namakan pembangunan.
Hari Tani Nasional merupakan bentuk peringatan bersejarah dalam mengenang
perjuangan kaum petani yang saat itu ingin terbebas dari penderitaan. Hari Tani
Nasional juga menjadi tonggak sejarah bangsa terhadap hak kepemilikan atas tanah
bagi mereka (petani), serta masa depan agraria yang lebih baik di Indonesia.
FPR Banyumas Ajak
Suarakan Hak Tani
Untuk memperingati Hari Tani Nasional Aliansi Front Perjuangan Rakyat (FPR) Banyumas gelar aksi sebagai wujud pembelaan hak-hak tani di Alun-alun Purwokerto pada Selasa, 24 September 2019.
Aksi ini dihadiri ratusan massa yang ikut menyuarakan kesejahteraan
dan hak-hak tani di Indonesia. Mereka terdiri dari AGRA Cabang Banyumas,
Pembaharu Indonesia Cabang Banyumas, Seruni Cabang Banyumas, FMN Cabang Purwokerto,
BEM Faperta Unsoed, HMI Cabang Purwokerto dan LPM Obsesi.
Aksi yang berlangsung sejak pukul 15.00 WIB dimulai dengan orasi dari
masing-masing perwakilan aliansi FPR. Selain itu, massa aksi juga melakukan aksi
galang dana untuk membantu korban bencana kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Dengan dampingan pihak keamanan Polres Banyumas,
aksi ini berjalan damai, aman dan tertib, tidak Nampak keributan atau aksi lainnya.
Perjuangan Melawan
Perampasan Tanah
Koordinator Lapangan Aksi, Ibrahim Syah menjelaskan bahwa urgensi dari adanya aksi ini yaitu monopoli dan perampasan tanah di Indonesia yang sangat masif.
“Sebenarnya urgensi saat ini itu adalah monopoli dan perampasan tanah.
Sampai sekarang 90% tanah atau sumber daya alam di Indonesia itu dikuasi oleh
Negara bahkan swasta, 10% itu hanya dikuasi oleh kaum tani yang ada di
Indonesia. Sehingga 0,5 Ha kaum tani itu hanya mendapatkan tanah 0,5 Ha itu sendiri.
Ini adalah urgensinya adalah monopoli dan perampasan tanah yang sangat masif,”
jelasnya.
Selain itu, ia juga membeberkan terkait masalah kaum tani di
Banyumas yang sejak tahun ketahun diperjuangkan haknya mengenai perampasan tanah
di Darmakradenan, Ajibarang. Ia menyampaikan bahwa ini merupakan tuntutan utama
dalam aksi sore kemarin.
“Untuk tuntutan utama yang paling khusus yang ada di Banyumas, itu ada
Darmakradenan yang dimana Hak Guna Usaha (HGU) sekarang itu masih dipertahankan.
Jadi 90% masyarakat Darmakradenan Ajibarang itu memanfaatkan tanah yang
sekarang tanah diklaim oleh TNI atau Kodam Diponegoro IV yang ada di
Darmakradenan, sedangkan 90% masyarakat Darmakradenan itu memanfaatkan kehidupannya
itu melalui tanah itu sendiri,” ungkapnya.
Dengan melihat realitas bahwa, mayoritas rakyat Indonesia bekerja sebagai
petani yang kondisinya masih jauh dari kata sejahtera, FPR Banyumas melalui
Ibrahim menyampaikan harapannya kepada mahasiswa agar bisa membantu memperjuangkan
hak-hak tani Indonesia.
“Hasil yang diharapkan dari sini yang dimana pemuda mahasiswa khususnya
untuk terlibat terus dalam perjuangan rakyat khususnya kaum tani dan kelas buruh.
Karena, kenapa akar permasalahannya baik itu kuliah mahal bahkan pendidikan,
lapangan pekerjaan tidak layak itu adalah akar permasalahannya adalah monopoli
dan perampasan tanah,” harapnya.
Dalam momentum Hari Tani Nasional, FPR Banyumas bersikap dan
menuntut :
- Hentikan segala bentuk monopoli tanah dan perampasan tanah sebagai akar kemiskinan rakyat serta akar permasalahan kebakaran hutan dan lahan.
- Hentikan segala bentuk kriminalisasi dan represifitas terhadap kaum tani yang memperjuangkan hak atas tanah.
- Usut tuntas masalah asap dengan mencabut HGU perkebunan besar serta hentikan perizinan terhadap perkebunan baru yang menjadi penyebab utamanya.
- Menuntut Pemerintah mengumumkan secara publik perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan.
- Berikan jaminan kesehatan terhadap korban asap di Kalimantan dan Sumatera.
- Hentikan segala bentuk tindakan fasis dan rasis yang dilakukan oleh aparat sipil dan militer terhadap rakyat Papua.
- Hentikan operasi militer dan segala bentuk perampasan tanah dan kekayaan alam di tanah Papua.
- Stop perizinan HGU yang diajukan oleh Kodam VI Diponegoro di Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang.
- Hentikan kekerasan terhadap kaum tani urut sewu yang dilakukan oleh Kodam IV Diponegoro.
- Penuhi tuntutan kaum tani Urut Sewu tentang validitasi sertifikat lahan pertanian.
- Selesaikan kasus-kasus konflik alih lahan yang terjadi di Indonesia.
- Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada rakyat.
- Laksanakan reforma agraria sejati dan industrialisasi Nasional.
Dengan adanya aksi ini, diharapkan Pemerintah dapat menindak lanjuti
tuntutan-tuntutan yang disuarakan FPR Banyumas. Ibrahim juga menyampaikan bahwa
setelah aksi ini, pihaknya tidak akan hanya diam, mereka akan terus mengawal kasus-kasus
yang merugikan kaum tani Indonesia.
Reporter :
Wilujeng Nurani
Editor : Nani
Setiani
Post a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?