Purwokerto, LPM SAKA – Gerbang depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyumas, dipenuhi puluhan orang yang menyuarakan orasi mereka menggunakan pelantang suara dalam rangka peringati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, pada Senin (10/12).
Mereka antara lain berasal dari Front
Perjuangan Rakyat (FPR) Banyumas, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Cabang
Banyumas, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Purwokerto, Pemuda Baru
Indonesia (PEMBARU Indonesia) Cabang Banyumas, Badan Eksekutif Mahasiswa
Unsoed, BEM Institut Teknologi (IT) Telkom, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Komisariat Soedirman, Aliansi Massa Pekerja Seni Kontra Penindasan (AMPSKP),
Komunitas Perpustakaan Jalanan Ajibarang.
Dalam aksi tersebut, persoalan HAM masih
dirasa menjadi hal yang patut dipertanyakan. “Jika
bicara negara adil dan berartabat bukan hanya kemampuan suatu negara mengundang investor dang mendongkrak
perekonomian saja, namun sejauh mana suatu Negara itu menjamin hak-hak asasi
manusia,” ungkap Koordinator Lapangan, Kuncoro.
Ia juga menambahkan, salah satu persoalan yang sedang terjadi di
Banyumas yaitu intimidasi dan pemberangusan serikat rakyat. Sejumlah aktivis
serikat tani di desa Darmakradenan sedang berusaha melawan monopoli tanah
dengan model Hak Guna Usaha. Sementara itu, warga juga merasa terancam. Karena beberapa
hari belakangan, ada suara tembakan di sekitar desa. Diduga suara tembakan
bersumber dari pelatihan militer.
Penyerahan Tuntutan-tuntutan Aksi dari FPR kepada Ketua DPRD Kabupaten Banyumas. |
Menanggapi laporan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Banyumas Juli Krisdianto mengungkapkan, “kami segera berkoordinasi dan bermusyawarah dengan pihak Dandim dan Kapolres tentang kejadian yang dialami warga
Desa Darmakradenan, Insya Allah semua laporan segera kami sampaikan.”
Selain itu, dalam aksi peringati hari HAM
Internasional, FPR Banyumas juga menuntut beberapa hal kepada Pemerintah. Diantaranya
Skema monopoli dan perampasan Tanah dalam kebijakan
Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RA-PS) yang dijalankan Rezim Jokowi-JK,
Cabut HGU P.T. RSA di Dharmakradenan dan Hentikan segala bentuk Intimidasi
terhadap STAN AMPERA, Cabut PP No. 78 tahun 2015 sebagai
bentuk politik upah murah, Cabut UU No. 12 tahun 2012 yang
melegitimasi praktek komersialisasi, liberalisasi dan privatisasi pendidikan
tinggi.
Realisasikan
Wajib Belajar 12 tahun, Mendesak Pemerintah RI untuk Menjamin Hak-Hak Buruh
Migran Seutuhnya, Hentikan Segala Bentuk Kekerasan, Diskriminasi dan Eksploitasi
terhadap Perempuan, Cabut UU ITE Sebagai Bentuk
Pemberangusan Kebebesan Berpendapat, Cabut UU Ormas Sebagai
Bentuk Pengekangan Hak Berorganisasi, Hentikan dan Usut
Tuntas Segala Bentuk Pelanggaran HAM kepada Seluruh Rakyat Papua, Wujudkan
Reforma Agraria Sejati Sebagai Fondasi Industrialisasi Nasional.
Menurut
FPR Banyumas, tuntutan tersebut hasil dari survei lapangan terkait persoalan HAM.
Diharapkan dengan adanya aksi ini, Pemerintah dapat mendengar tuntutan-tuntutan
yang ada. Selain itu, harapan setelah aksi ini khususnya kepada seluruh
organisasi untuk bisa lebih dalam membahas bersama persoalan HAM yang ada di
Banyumas, karena aliansi ini adalah wadah untuk menyambut siapapun yang
berkepentingan memperjuangkan nasib dan haknya.
Reporter : Wilujeng Nurani, Wahid Fahrur
Editor : Umi Uswatun Hasanah
Post a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?