Purwokerto,
LPM Saka – Tidak ada yang salah dari dari lagu “Yaa Lal
Wathan”. Lagu kebangsaan yang diciptakan oleh KH Abdul Wahab Chasbulloh. Pahlawan Nasional sekaligus salah satu pendiri NU. Menurut beberapa sumber, lagu
tersebut diciptakan sebelum NU didirikan. Sehingga, liriknya pun sama sekali
tidak menggambarkan ormas tersebut.
Rupanya, tahun ini lagu
tersebut sudah menimbulkan pro dan kontra dua kali. Pertama, saat menggema di
tanah suci. Kedua, ketika Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau. Di Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto nampaknya lagu tersebut juga menimbulkan
pro dan kontra di kalangan mahasiswa.
Ketua panitia PBAK
institut, Triasih Kartikowati, mendadak memberikan informasi penambahan lagu “Yaa
Lal Wathan” untuk dinyanyikan saat pembukaan PBAK institut. Informasi tersebut disebarkan
melalui grup WhatsApp “PANITIA PBAK I 2018”, tiga puluh menit sebelum
pembukaan. Menurutnya, penambahan lagu tersebut sudah dipertimbangkan dengan
matang.
“Bahkan, juga dari
beberapa saran, pihak rektorat itu ada lagu “Yaa Lal Wathan”. Esensinya bukan
berarti kita nggak ngomong ke panitia. Karena, memang itu
juga hak saya sebagai ketua panitia. Untuk, maksudnya, bisa tidak sih ini (lagu “Yaa Lal Wathan”) masuk
ini (pembukaan PBAK 2018),” ujar Triasih saat ditemui di Audit Utama IAIN
Purwokerto, Rabu (15/8).
Triasih mengaku
mendapat teguran oleh beberapa panitia. Tetapi, ia tidak mempermasalahkan itu.
Lantaran merasa esensi lagu tersebut dapat membangkitkan semangat kebangsaan di
kalangan mahasiswa. Disebutkan dari pers
release yang beredar, Triasih juga menjelaskan PBAK tahun ini tidak ada
keberpihakan dengan organisasi tertentu.
Bukan
hal yang baru
Ketua Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) IAIN Purwokerto, Nizar Nabilla, mengungkapkan
pemilihan lagu “Yaa Lal Wathan” keputusan yang tepat. Lantaran sangat relevan
dengan tema PBAK tahun ini, yakni “Membangun Karakter Cinta Tanah Air dalam
Bingkai Islam Nusantara”.
“Mungkin kalau temanya
menciptakan mahasiswa yang berjiwa metal dan rocker. Nanti lagu pembukaannya lagunya The Beatle. Atau mungkin
The Changcuters,” ujar Nabil saat ditemui di Komisariat PMII IAIN Purwokerto,
Rabu, (15/8).
Menurutnya lagi, lagu
tersebut sudah sering dinyanyikan oleh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan.
Sehingga, bukan hal yang baru jika lagu “Yaa Lal Wathan” menggema di PBAK
institut. Terlepas dari pro dan
kontra itu, Nabil yakin ada pesan positif yang ingin disampaikan oleh panitia.
Sehingga, seharusnya tidak menimbulkan keributan. Lantaran dalam pembukaan PBAK
institut masih menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Politik
identitas
Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) mengaku sebagai organisasi yang tidak berafiliasi dengan ormas
manapun. Bendahara Umum HMI Purwokerto, Mukhamad Abdul Aziz, menjelaskan bahwa
kader HMI di manapun berada menjunjung prinsip independen mereka.
Menurut Aziz, sekalipun
dilihat dari sejarah lagu tersebut kental dengan cinta tanah air. Tetapi,
seiiring berkembangnya waktu, lagu tersebut mendeskripsikan ormas tertentu.
Sehingga, IAIN Purwokerto yang dikenal sebagai kampus Islam negeri, kurang
bijak jika memilih “Yaa Lal Wathan” sebagai salah satu lagu yang dinyanyikan
saat PBAK institut.
“Cuma berkembangnya
waktu lagu itu dinyanyikan di pesantren-pesantren tradisional. Yang itu
pesantren ormas tertentu. Maka, secara tidak langsung itu menjadi salah satu
identitas ormas yang khas,” ujar Aziz saat ditemui di Komisariat HMI IAIN
Purwokerto, Rabu, (15/8).
“Pada akhirnya, bisa
saja, mungkin saja, bahwa itu salah satu politik identitas. Untuk menunjukan
bahwa suatu golongan itu mempunyai otoritas penuh atas kampus tersebut,”
lanjutnya.
Saling
bekerja sama
Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) IAIN Purwokerto menyadari tidak berdiri di institusi Muhammadiyah.
Tetapi, menurut ketua PK IMM Ibrahim Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan,
Ryan Nurdiana, IMM tidak mempermasalahkan hal itu.
“Saya mengutip dari
ketua PBAK. Memang dikatakan di situ, penambahan lagu “Yaa Lal Wathan” untuk
meningkatkan kecintaan dan antisipasi hal-hal yang membahayakan negara. Saya
memahami usaha itu,” ujar Ryan saat ditemui di halaman gedung D IAIN
Purwokerto, Kamis (16/8).
Namun, menurut Ryan,
ada hal yang perlu diperhatikan. Bahwa setiap organisasi ekstra di IAIN
Purwokerto seharusnya saling bersinergi mewujudkan tujuan IAIN Purwokerto.
Yakni menangkal terorisme, radikalisme dan segala bentuk kekuatan yang bisa
mengganggu NKRI.
“Artinya juga harus
memberikan ruang paling tidak kepada HMI dan IMM juga sebagai organisasi diluar
badan ortonom NU untuk sama-sama bekerja sama. Itulah fungsinya ekstra,”
lanjutnya.
Meskipun, lagu “Yaa Lal
Wathan” menuai pro dan kontra saat PBAK resmi dibuka. Seharusnya tidak mengubah
tujuan PBAK institut. Sebagaimana yang tercantum di buku Panduan PBAK 2018 poin
nomor empat, yakni memupuk semangat solidaritas dan toleransi di antara civitas
akademika dan mahasiswa.
Reporter : Umi Uswatun Hasanah & Wilujeng
Nurani
Editor : Fania Hayah
Saya mahasiswa IAIN Purwokerto, saya kira selama ini saya kuliah di Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, tapi sepertinya belakangan ini makna IAIN berubah menjadi (Institut Agama Islam Nusantara) Purwokerto, miris sih.
ReplyDeleteHebat ! Pers Mahasiswa selain wajib menyuarakan kebenaran juga harus memiliki syarat kebahasaan yg menarik. Sebagai pembaca yg tidak terlibat didalamnya emosional peristiwa tersebut, mengingatkan saya bahwa tidak ada yg baik2 saja.
ReplyDeleteJOSS. MAEN KUEEH
ReplyDeleteItu kan hanya salah satu cara/ upaya menunjukkan cinta tanah air, salah satu cara bukan satu satunya cara, jadi yaa nais gais...
ReplyDeleteKeren banget. Jempol buat lpm saka πππ
ReplyDeleteKeren banget. Jempol buat lpm saka πππ
ReplyDeleteKeren banget. Jempol buat lpm saka πππ
ReplyDeletePost a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?