Purwokerto,
LPM Saka – Kartu tanda mahasiswa (KTM) berfungsi sebagai
tanda identitas mahasiswa di perguruan tinggi. Menjadi kebijaksanaan birokrasi
perguruan tinggi, ketika KTM dibuat multifungsi. KTM lazimnya diberikan kepada
mahasiswa baru di awal perkuliahan, lantaran dijadikan untuk meminjam buku di
perpustakaan dan sebagai pemenuhan beragam persyaratan.
Sejak 2016 lalu,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto memutuskan membuat terobosan
baru. Yakni membuat KTM sekaligus anjungan tunai mandiri (ATM) dalam satu kartu.
Terobosan tersebut guna memudahkan mahasiswa untuk menerima beasiswa sekaligus
menjalin hubungan kerja dengan bank terkait.
Namun, rupanya
keputusan KTM menjadi multifungsi timbulkan polemik. Lantaran sejak keputusan
tersebut, masih banyak mahasiswa yang belum mendapatkannya. Sehingga, Dewan
Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Purwokerto mengajak Lembaga Kemahasiswaan (LK)
untuk mengadakan kajian isu KTM yang diduga sudah meresahkan banyak mahasiswa.
“DEMA coba hari ini menjadi
media untuk memfasilitasi ataupun mediator permasalahan yang ada di kampus.
Kemarin tanggal 8 Juni mengawali kumpul pertama. Nah, munculah isu yang pertama
yaitu KTM. Kemudian kami melaksanakan follow
up yang menghasilkan tim kajian,” ujar ketua DEMA IAIN Purwokerto, Noto
Saputro kepada LPM Saka, Rabu (11/07).
Tim kajian tersebut,
meliputi: Mahfudzen Adi Prabowo, Aris Rasyid Setiadi, dan Umi Aprillia. Tugas
tim kajian mencari data terkait terbengkalainya proyek KTM. Dilansir dari rilis
yang disusun oleh tim kajian, biro administrasi akademik baru mengantongi 550
KTM multifungsi yang selesai cetak. KTM tersebut milik mahasiswa angkatan 2016
dan 2017.
Sedangkan, permasalahan
muncul ketika bank BRI Syariah yang menangani hal tersebut melemparkan ke pihak
ke-tiga. Sehingga, pihak administrasi akademik kesulitan untuk memantau perkembangannya.
Bahkan, masing-masing fakultas harus menyiapkan KTM sementara untuk mahasiswa
yang belum mendapatkan KTM multifungsi.
Salah satu mahasiswa
angkatan 2016 program studi (prodi) Tadris Matematika, Solikhatun Marfu’ah
mengaku baru mendapatkan KTM tanpa ATM awal semester empat. Bahkan, dia dikenai
biaya administrasi lagi.
“Karena enggak mau
ribet dan pengin cepet jadi akhirnya manut deh bayar lagi. Akhirnya (KTM) jadi
tapi tanpa buku rekening. Selama belum pegang KTM kan mau ngurusin
administrasi, dan lain-lain, bingung. Ya emang sih bisa diganti pakai KRS, tapi
ribet aja menurutku,” ujar Solikhatun Marfu’ah kepada LPM Saka, Kamis (12/07).
Atas terbengkalainya
KTM multifungsi, Solikhatun berharap, masing-masing pihak harus profesional
dalam menangani hal tersebut. Lantaran beberapa kali dia menanyakan ketidakjelasan
KTMnya, masing-masing pihak belum menjawab secara jelas.
“Waktu belum jadi, aku
sering tanya ke pihak kampus, katanya urusan KTM bukan urusan kampus, tapi
urusan pihak BRI Syariah. Nah, waktu nanya ke BRI Syariah katanya suruh nanya
ke pihak kampus data-datanya aku udah lengkap apa belum,” lanjut dia.
Menurut Noto Saputro, tim
kajian yang sudah dibentuk oleh DEMA sedang mencari kelengkapan data mahasiswa
yang belum mendapatkan KTM sekaligus mencari tahu siapa pihak ke-tiga. Sehingga,
diharapkan kepada para mahasiswa untuk segera mengisi kuesioner online.
Reporter : Umi Uswatun Hasanah
Editor : Wilujeng Nurani
Ilustrator : Alvin Hidayat
Post a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?