LPM Saka – Pembangunan
bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) dan pembangunan rumah deret
di Tamansari timbulkan polemik. Salah satunya disebabkan oleh kekerasan
terhadap warga dan jurnalis oleh oknum kepolisian di Tamansari, Bandung dan
warga Temon, Kulonprogo.
Ini masih
menjadi sisi kelam dari proyek garapan pemerintah yang terus diulang.
Menanggapi soal itu sekumpulan mahasiswa, pelajar, dan pemuda mengadakan aksi
solidaritas yang menyoroti kedua isu tersebut di Alun-alun Purwokerto, Jumat
(13/4) sore.
“Kami di sini
berdiri sebagai individu tidak ingin membawa bendera dan membawa nama, murni
untuk solidaritas di Temon dan Bandung,” tutur Jalol, narahubung aksi
solidaritas saat ditemui reporter LPM Saka di Alun-alun Purwokerto.
Jalol
mengaku, sebelum aksi ini sudah ada beberapa teman dari Purwokerto yang datang
ke Temon. Untuk tindak lanjut, dalam waktu dekat juga ada beberapa teman dari
Purwokerto yang berangkat ke Temon menjadi relawan. Jalol pun menerangkan bahwa
setiap mahasiswa atau siapapun bebas memutuskan menjadi pro atau kontra.
Tetapi, alangkah lebih baiknya untuk menilik langsung tempat-tempat yang sedang
terjadi konflik.
Di tempat lain,
upaya menanggulangi kekumuhan di Tamansari juga menimbulkan aksi unjuk rssa
yang berujung kekerasan pada jurnalis yang dilakukan oleh oknum aparat. Jurnalis
kampus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suaka UIN Bandung, Muhammad Iqbal, mendapat
kekerasan saat meliput aksi di Balai Kota (Balkot) Bandung, Kamis (12/4)
kemarin.
Iqbal yang
tengah mengambil gambar dari jauh mobil dalmas yang di dalamnya ada Dimas dan
Ehang ditarik dan dimintai identitas oleh oknum polisi. Setelah menunjukkan
kartu pers, Iqbal diinterogasi dan kameranya diminta paksa. Kartu pers milik
Iqbal kemudian ditahan.
Oknum polisi
yang melihat ada gambar kejadian kekerasaan di kamera Iqbal langsung
meminta Iqbal untuk menghapusnya. Tetapi, Iqbal tetap mempertahankan dengan
alasan gambar tersebut adalah hak pers. Karena terus ditekan, akhirnya Iqbal
menghapus gambar tersebut.
“Itu pelanggaran
hukum pidana, sebagaimana tertuang dalam pasal 18 UU Pers, di mana setiap orang
yang menghalangi kebebsan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda
maksimal 500 juta,” ujar Tim Advokasi Aliansi Jurnalis Indonesia (TAJI), Ari
Syahril Ramadhan yang mengecam tindakan oknum aparat kepolisian, dikutip dari
RMOLJabar, Jumat (13/4).
Reporter: Umi
Uswatun Hasanah.
Editor : Ahmad Nur Aji Wibowo
Post a Comment
Apa pendapat kamu mengenai artikel ini?